Blog

losandes.biz: 5 Fakta Penting Tes Kebohongan Hasilnya Masih Bisa Dimanipulasi


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: 5 Fakta Penting Tes Kebohongan Hasilnya Masih Bisa Dimanipulasi yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

KOMPAS.com – Tes kebohongan atau uji poligraf belakangan sering disebut dalam pemberitaan terkait kasus Ferdi Sambo.

Pengujian kejujuran seseorang ini memang kerap dipakai untuk mengungkap kasus kejahatan, di dunia nyata maupun kisah fiksi.

Beberapa pihak menganggapnya ampuh untuk mememastikan pernyataan seseorang, dengan metode tertentu.

Baca juga: Update Kasus Brigadir J: Hasil Tes Kebohongan, Keterlibatan 3 Kapolda, dan Video Viral ART Sambo

Tes poligraf adalah metode yang dilakukan dengan merekam sejumlah respons tubuh yang berbeda yang kemudian dapat digunakan untuk menentukan apakah seseorang berkata jujur.

Indikator yang diperhatikan biasanya tekanan darah, perubahan pernapasan seseorang, dan keringat di telapak tangan.

“Tidak ada manusia yang memiliki hidung Pinocchio,” ujarnya, merujuk pada dongeng anak-anak tersebut.

“Tetapi berbohong dapat meningkatkan stres… dan dengan teknik deteksi kebohongan, Anda dapat mengukur perubahan perilaku dan fisiologis yang terjadi saat Anda merasa stres.”

Baca juga: 8 Ciri-ciri Orang Berbohong Menurut Pakar Kejujuran

Jadi, tes poligraf tidak bisa mengukur kebohongan secara langsung namun upaya untuk mengenali tanda-tanda bahwa seseorang sedang berusaha mengelabui.

Data tersebut lalu digunakan bersama dengan semua hal lain yang diketahui tentang orang tersebut untuk membentuk gambaran yang lebih jelas tentang kejujurannya.

Cara melakukannya

Alat uji kebohongan dipasang, biasanya berupa alat pengukur tekanan darah, elektroda yang dipasang di jari atau telapak tangan, dan dua tabung yang dililitkan di dada dan perut.

Baca juga: 7 Tanda Ini Buktikan Seseorang Berbohong, Apa Saja?

“Mungkin ada sesuatu yang diletakkan di ujung jari yang merekam aliran darah dan kami juga menggunakan sesuatu yang disebut detektor gerakan yang ada di kursi dan mendeteksi jika Anda mencoba untuk mengelabui tes,” jelas Prof Grubin.

Tes dengan peralatan tersebut biasanya dilakukan 10-15 menit namun secara keseluruhan akan memakan waktu dua jam.

Baca juga: Orang yang Berbohong Ternyata Suka Menunjukkan Gestur Ini

Sejarah penggunannya

Alat uji kebohongan diciptakan tahun 1906 oleh pakar bedah jantung Sir James McKenzie.

Apakah tes itu bisa dimanipulasi?

Sayangnya, tes kebohongan tersebut tetap bisa dimanipulasi sehingga hasilnya tidak 100 persen akurat.

Namun butuh seseorang yang amat lihai untuk mengelabui pengujian tersebut dengan pemahaman dan pelatihan mendalam.

“Tidak diragukan lagi bahwa Anda dapat mengalahkan tes poligraf, tetapi Anda benar-benar membutuhkan pelatihan untuk melakukannya,” kata Prof Grubin.

Baca juga: Tes Poligraf Sebut Aktris Porno Jujur soal Hubungannya dengan Trump

Membutuhkan latihan dengan penguji terlatih agar tanda-tanda kebohongan kita tak terdeteksi sama sekali, bahkan gerakan otot sekecil apa pun.

Akurasinya

Kredibilitas tes poligraf masih memicu kontroversi khususnya soal keakuratannya karena premis fundamentalnya dianggap cacat.

 “Idenya adalah bahwa pembohong akan menunjukkan gairah yang meningkat saat menjawab pertanyaan kunci, sedangkan orang jujur tidak.

“Tapi tidak ada teori yang mendukung hal ini,” tegasnya.

Baca juga: Ini 5 Kalimat Bohong dari Mulut Wanita, Jangan Langsung Percaya…

Sering kali, mengikuti tes kebohongan membuat seseorang stres sehingga memicu respon tubuh yang mencurigakan.

“Orang-orang yang diwawancarai dengan poligraf cenderung merasa stres. Jadi meskipun poligraf cukup bagus dalam mengidentifikasi kebohongan, poligraf tidak begitu bagus dalam mengidentifikasi kebenaran,” katanya.

Di sisi lain, Prof Gubin mengatakan ada faktor pertanyaan yang buruk dan pewawancara yang salah membaca hasilnya.

“Jika pemeriksa terlatih dengan baik, jika tes dilakukan dengan benar, dan jika ada kontrol kualitas yang tepat, akurasinya diperkirakan antara 80-90 persen” katanya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.