Blog

losandes.biz: 7 Kader Elite Golkar Terjerat Kasus Korupsi dalam 5 Tahun Terakhir


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: 7 Kader Elite Golkar Terjerat Kasus Korupsi dalam 5 Tahun Terakhir yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Azis Syamsuddin

Usai ditetapkan sebagai tersangka, KPK langsung menahan Azis di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan.

Baca juga: KPK Tetapkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Tersangka Suap

Alex Noerdin

Selain itu, ada juga kerugian negara lainnya senilai 63.750 dollar AS dan Rp 2,13 miliar, setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel.

Idrus Marham

Saat itu, Idrus tengah menjabat sebagai Menteri Sosial dalam kabinet kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Dalam persidangan, hakim menyatakan bahwa Idrus terbukti menerima suap Rp 2,250 miliar. Uang tersebut diberikan oleh pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.

Idrus menerima suap bersama-sama dengan kader partai Golkar lainnya, yaitu Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih. Sebelumnya, Eni telah ditetapkan terlebih dahulu oleh KPK sebagai tersangka dalam kasus ini.

Baca juga: Selesai Jalani Hukuman 2 Tahun Penjara, Idrus Marham Kini Dibebaskan

Dalam persidangan, hakim kemudian menjatuhkan vonis penjara kepada Idrus selama 3 tahun dan membayar denda sebesar Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.

Idrus mengajukan banding atas vonis itu. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru memperberat hukum Idrus Marham menjadi 5 tahun penjara di tingkat banding. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.

Lalu Idrus mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya hukuman Idrus dikurangi menjadi 2 tahun penjara. Kini Idrus telah menghirup udara bebas. Ia bebas secara murni dari Lapas Kelas I Cipinang sejak 11 September 2020.

Eni Maulani Saragih

KPK menetapkan Eni Maulani Saragih sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt pada 14 Juli 2018.

Eni menerima suap atas kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau. Suap yang dioterima Eni sebesar Rp 500 juta yang merupakan bagian dari commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. 

Commitment fee tersebut diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Dalam kasus ini KPK juga menetapkan Johannes sebagai tersangka karena memberikan suap kepada Eni.

Baca juga: Eni Maulani Terima Dihukum 6 Tahun Penjara

Akibatnya, ia divonis 5 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Eni dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 5,087 miliar dan 40.000 dollar Singapura.

Selain itu, majelis hakim mencabut hak Eni untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah Eni selesai menjalani pidana pokok.

Fayakhun Andriadi

Fayakhun diduga menerima suap berupa hadiah atau janji yang terkait dengan jabatannya.
Dugaan suap itu diduga merupakan fee atas jasa Fayakhun dalam memuluskan anggaran pengadaan satelin monitoring di Bakamla pada APBN-P tahun anggaran 2016.

Baca juga: Hakim Cabut Hak Politik Fayakhun Andriadi

Uang tersebut diberikan oleh Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah. Uang tersebut diberikan agar Fayakhun selaku anggota Komisi I DPR mengupayakan alokasi atau ploting penambahan anggaran pada Bakamla. Anggaran tersebut rencananya untuk pengadaan satelit monitoring dan drone.

Akibat perbuatannya itu, ia divonis 8 tahun penjara. Ia juga harus membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Hak politik Fayakhun juga dicabut selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.

Setya Novanto

Namun, ketika itu Setya Novanto lolos dari status tersangka usai memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.

Berselang empat bulan kemudian tepatnya pada 10 November 2017, KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus e-KTP.

Baca juga: KPK Tetapkan Setya Novanto Tersangka Kasus E-KTP

Ia terbukti melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri dan pihak tertentu yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun melalui intervensinya dalam proyek e-KTP.

Hak politik Setya Novanto juga dicabut selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana. Kini, Setya Novanto tengah mendekam di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.

Markus Nari

Markus Nari diduga secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau sebuah korporasi dalam pengadaan KTP elektronik tahun 2011-2013, pada Kementerian Dalam Negeri, yang merugikan keuangan negara.

Baca juga: Terpidana Kasus E-KTP Markus Nari Dijebloskan ke Lapas Sukamiskin

Pada pengadilan tingkat pertama, Markus Nari divonis hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan penjara.

Ia dinyatakan terbukti menerima suap sebesar 400.000 Dollar AS dalam pusaran kasus proyek pengadaan KTP elektronik

Ia juga dinilai telah telah merintangi penyidikan kasus e-KTP dengan merintangi pemeriksaan terhadap saksi Miryam S Haryani.

Baca juga: Terbukti Bersalah, Markus Nari Wajib Bayar 400.000 Dollar AS dan Hak Politiknya Dicabut

KPK kemudian mengajukan banding atas putusan tersebut dan putusan banding menyatakan Markus dihukum 7 tahun penjara.

Perkara itu kemudian berlanjut di tingkat kasasi yang memutuskan Markus divonis hukuman 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta subsider 8 bulan kurungan.

Ia juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar 900.000 dollar AS yang jika tidak dibayar diganti dengan 3 tahun penjara.

Hukuman tambahan lain yang dijatuhkan kepada Markus adalah pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah menjalani masa pidana. Saat ini, Markus tengah menjalani masa hukumnya di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.