Blog

losandes.biz: Apa yang Dimaksud dengan Pelanggaran HAM Berat


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: Apa yang Dimaksud dengan Pelanggaran HAM Berat yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Ini 2 Pelanggaran HAM Berat yang Diatur di Indonesia yang dibuat oleh Milda Istiqomah, S.H., MTCP., Ph.D dari PERSADA UB dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 23 Agustus 2021.

Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda mengenai apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan HAM.

Pengertian HAM

Menurut The United Nations Centre for Human Rights, Hak Asasi Manusia (“HAM”) adalah “those rights which are in our nature and without which we can not live as human beings”.[1]

Soedjono Dirdjosisworo mendefinisikan bahwa HAM merupakan hak-hak yang melekat pada setiap manusia sejak lahir, tidak dapat dibatasi, dikurangi atau diingkari oleh siapapun juga, karena merupakan nilai-nilai dan martabat kemanusiaan setiap individu.[2]

Sedangkan secara yuridis berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU 26/2000:

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Menjawab pertanyaan mengenai apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat, pelanggaran HAM berat adalah pelanggaran HAM sebagaimana dimaksud dalam UU 26/2000 yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.[3]

Bentuk-bentuk Pelanggaran HAM Berat

Sebagaimana telah diterangkan dalam sub-bab apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat sebelumnya, di Indonesia bentuk pelanggaran HAM berat adalah meliputi:

  1. Kejahatan genosida, yakni setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:[4]
    1. membunuh anggota kelompok;
    2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
    3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
    4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
    5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
  1. Kejahatan terhadap kemanusiaan, yakni salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan itu ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:[5]
    1. pembunuhan;
    2. pemusnahan;
    3. perbudakan;
    4. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
    5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
    6. penyiksaan;
    7. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
    8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
    9. penghilangan orang secara paksa; atau
    10. kejahatan apartheid.

Romli Atmasasmita berpendapat bahwa pelanggaran HAM berat adalah tindakan yang bersifat sistematis dan meluas. Kedua kata tersebut merupakan kata kunci yang bersifat melekat dan mutlak dan harus ada pada setiap tindakan pelanggaran HAM berat, khusus kaitannya dengan kejahatan terhadap kemanusiaan. Unsur sistematis dan meluas tersebut merupakan faktor penting dan signifikan yang membedakan antara pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana biasa menurut KUHP atau perundang-undangan pidana lainnya.[6]

Dalam Statuta Roma, sistematik dan meluas disebut dengan istilah widespread and sistematic attack, di mana serangan tersebut ditujukan langsung pada penduduk sipil.

Jadi, menjawab apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat, pelanggaran HAM berat adalah setiap tindakan pelanggaran HAM, meliputi kejahatan genosida dan/atau kejahatan terhadap kemanusiaan yang memenuhi unsur-unsur yang kami jelaskan di atas.

Contoh Pelanggaran HAM Berat di Indonesia

Dalam kasus tersebut, di pengadilan tingkat pertama, banding, dan kasasi, terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan (hal. 531-532). Akan tetapi, Majelis Hakim di tingkat Peninjauan Kembali kemudian menyatakan bahwa ia tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tersebut, dan ia dibebaskan dari segala dakwaan (hal. 557-558).

Mengapa Indonesia Hanya Mengatur 2 Kategori Pelanggaran HAM Berat?

Setelah membahas mengenai apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat, selanjutnya menjawab pertanyaan kedua Anda, mengapa Indonesia hanya mengatur 2 kategori pelanggaran HAM berat? Padahal, menurut Statuta Roma ada 4 jenis pelanggaran HAM berat:[7]

  1. Kejahatan genosida (the crime of genocide);
  2. Kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity);
  3. Kejahatan perang (war crimes);
  4. Kejahatan agresi (the crime of aggression).

Secara eksplisit, UU 26/2000 menghormati kaidah hukum internasional dalam pengklasifikasian tindak pidana atas kemerdekaan dan kebebasan seseorang. Tidak dimasukkannya substansi perihal “kejahatan perang” dan “kejahatan agresi” menjadi permasalahan tersendiri dalam UU 26/2000, terutama apabila ditemukan pelanggaran HAM berat perihal terkait di kemudian hari.Konsekuensinya adalah kejahatan itu tidak dapat dituntut dan diadili berdasarkan UU 26/2000.

Di luar hal tersebut, kemauan politik atau political will pemerintah juga sangat menentukan dan besar pengaruhnya.[9] Menurut Frank E Hagan,[10] kejahatan terhadap kemanusiaan dimaksudkan untuk maksud-maksud dan tujuan-tujuan politik, sehingga secara kriminologis kejahatan ini dapat diklasifikasikan sebagai “political crime”. Dengan demikian, bahwa setiap pelanggaran HAM berat yang terjadi di negara mana pun akan selalu sarat dengan muatan politik, dan semata-mata tidak hanya bermuatan dari aspek hukum saja.[11]

Belum adanya political will mengenai hal ini mengartikan belum jelasnya sikap Indonesia terhadap posisi hukum domestik dan internasional khususnya terkait pengaturan kejahatan perang dan agresi.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Putusan:

Putusan Mahkamah Agung Nomor 45 PK/Pid/Ham Ad Hoc/2004.

Referensi:

  1. Romli Atmasasmita. Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Penegakkannya di Indonesia. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2002;
  2. Soedjono Dirdjosisworo. HAM, Demokrasi dan Tegaknya Hukum dalam Konteks Ketahanan Nasional Indonesia. Makalah pada Penataran dan Lokakarya Dosen Kewarganegaraan Se-Jawa Barat Angkatan XVI Tahun Akademik 2003/2004. Kerjasama KODAM III Siliwangi-STHB. Bandung 5 – 6 Mei 2004;
  3. Sylvester Kanisius Laku. Pelanggaran HAM Berat dan Hukumannya Menurut Statuta Roma. Bandung, 2005;

Widiada Gunakaya. Hukum Hak Asasi Manusia. (Yogyakarta: Penerbit ANDI), 2017.

[1] Widiada Gunakaya. Hukum Hak Asasi Manusia. (Yogyakarta: Penerbit ANDI), 2017, hal. 56

[2] Soedjono Dirdjosisworo. HAM, Demokrasi dan Tegaknya Hukum dalam Konteks Ketahanan Nasional Indonesia. Makalah pada Penataran dan Lokakarya Dosen Kewarganegaraan Se-Jawa Barat Angkatan XVI Tahun Akademik 2003/2004. Kerjasama KODAM III Siliwangi-STHB. Bandung 5 – 6 Mei 2004, hal. 2

[3] Pasal 1 angka 2 jo. Pasal 7 UU 26/2000

[4] Pasal 8 UU 26/2000

[5] Pasal 9 UU 26/2000

[6] Romli Atmasasmita. Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Penegakkannya di Indonesia. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2002, hal. 2

[7] Article 5 Rome Statute of The International Criminal Court

[8] Sylvester Kanisius Laku. Pelanggaran HAM Berat dan Hukumannya Menurut Statuta Roma. Bandung, 2005, hal. 23

[9] Widiada Gunakaya. Hukum Hak Asasi Manusia. (Yogyakarta: Penerbit ANDI), 2017, hal. 212

[10] Widiada Gunakaya. Hukum Hak Asasi Manusia. (Yogyakarta: Penerbit ANDI), 2017, hal. 218

[11] Romli Atmasasmita. Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Penegakkannya di Indonesia. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2002, hal. 7