Blog

losandes.biz: Bolehkah PKBPP Mengatur Uang Pesangon Lebih Tinggi


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: Bolehkah PKBPP Mengatur Uang Pesangon Lebih Tinggi yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Hak Pekerja Jika Terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”)

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Hak Pekerja yang Terkena PHK dan yang Mengundurkan Diri, jika terjadi PHK pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (“UPMK”) dan uang penggantian hak (“UPH”) yang seharusnya diterima.[2] Kami asumsikan bahwa yang Anda maksud kompensasi PHK adalah hak karyawan atas uang-uang tersebut. Berikut ini rincian besaran hak-hak karyawan jika terjadi PHK:
Besaran uang pesangon yang diberikan adalah sebagai berikut:[3]
  1. masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah;

  2. masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah;

  3. masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah;

  4. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah;

  5. masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah;

  6. masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah;

  7. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah;

  8. masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah;

  9. masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

Kemudian besaran UPMK yang diberikan sebagai berikut:[4]
  1. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah;

  2. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah;

  3. masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah;

  4. masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah;

  5. masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah;

  6. masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah;

  7. masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah;

  8. masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah.

Sedangkan ketentuan UPH yang seharusnya diterima meliputi:[5]
  1. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

  2. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat pekerja diterima bekerja;

  3. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian uang pesangon, UPMK, dan UPH diatur dalam Peraturan Pemerintah[6] sebagai peraturan pelaksana UU Cipta Kerja. Sebagai informasi, untuk mengetahui daftar rancangan peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja, Anda dapat mengunjungi Portal Resmi UU Cipta Kerja.

Bolehkah Kompensasi PHK Diatur Lebih Tinggi?

Sebelumnya perlu Anda pahami, Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”) yang Anda sebutkan adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.[7] Sehingga, dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa PKB bukan merupakan peraturan yang dibuat oleh perusahaan, melainkan hasil perundingan antara serikat pekerja dengan perusahaan.
  1. hak dan kewajiban pengusaha;

  2. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;

  3. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB; dan

  4. tanda tangan para pihak pembuat PKB.

Patut dicatat, ketentuan dalam PKB tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,[9] dalam artian kualitas dan kuantitas isi PKB tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundangan-undangan.[10]
Jika isinya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.[11]

Sehingga PKB boleh saja mengatur kewajiban pengusaha membayarkan uang kompensasi PHK yang jumlahnya lebih tinggi dari yang sudah diatur oleh UU Cipta Kerja.

Dalam hal ini, jika PKB mewajibkan pembayaran kompensasi PHK yang lebih tinggi dari UU Cipta Kerja, maka pembayaran kompensasi mengacu kepada PKB, karena pengusaha wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam PKB.[12]

Namun, jika PKB mengatur pembayaran kompensasi lebih rendah dari yang telah ditentukan, ketentuan tersebut menjadi batal demi hukum dan yang berlaku adalah yang diatur dalam UU Cipta Kerja.

Berkaitan dengan pertanyaan kedua Anda, mengenai bisa tidaknya perusahaan mengatur kompensasi PHK yang lebih tinggi, kami asumsikan bahwa pengaturan tersebut dilakukan perusahaan melalui peraturan perusahaan (“PP”). Sebagaimana PKB, PP juga memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja,[13] dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,[14] yakni tidak boleh lebih rendah kualitas atau kuantitasnya dan apabila ternyata bertentangan, maka yang berlaku adalah ketentuan peraturan perundang-undangan.[15]
Sehingga, perusahaan melalui PP juga bisa saja mengatur pembayaran kompensasi PHK untuk pekerja dengan besaran yang lebih tinggi dari ketentuan UU Cipta Kerja. Akan tetapi, karena Anda lebih dulu menanyakan tentang PKB, perlu diperhatikan bahwa perusahaan dilarang mengganti PKB dengan PP, selama di perusahaan yang bersangkutan masih ada serikat pekerja/serikat buruh.[16]
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon dan UPMK terdiri atas:[17]
  1. tunjangan tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya.

Apabila penghasilan dibayarkan atas dasar perhitungan harian, upah sebulan sama dengan 30 dikalikan upah sehari.[18] Sedangkan jika upah dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil, upah sebulan sama dengan penghasilan rata-rata dalam 12 bulan terakhir.[19] Namun, jika upah sebulan untuk penghasilan yang dibayarkan atas dasar hitungan satuan hasil lebih rendah dari upah minimum, yang jadi dasar hitungan pesangon adalah upah minimum yang berlaku di wilayah domisili perusahaan.[20]
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.


[1] Pasal 186 UU Cipta Kerja
[3] Pasal 81 angka 44 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (2)  UU Ketenagakerjaan
[4] Pasal 81 angka 44 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan
[5] Pasal 81 angka 44 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan
[6] Pasal 81 angka 44 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (5) UU Ketenagakerjaan
[7] Pasal 1 angka 21 UU Ketenagakerjaan
[8] Pasal 124 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[9] Pasal 124 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[10] Penjelasan Pasal 124 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[11] Pasal 124 ayat (3) UU Ketenagakerjaan
[12] Pasal 126 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[13] Pasal 111 ayat (1) huruf a dan b UU Ketenagakerjaan
[14] Pasal 111 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[15] Penjelasan Pasal 111 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[16] Pasal 129 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[17] Pasal 81 angka 45 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 157 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[18] Pasal 81 angka 45 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 157 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[19] Pasal 81 angka 45 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 157 ayat (3) UU Ketenagakerjaan
[20] Pasal 81 angka 45 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 157 ayat (4) UU Ketenagakerjaan