Blog

losandes.biz: Cerita Ridwan Kamil Kelola Media Sosial Seimbangkan Serius dan Receh


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: Cerita Ridwan Kamil Kelola Media Sosial Seimbangkan Serius dan Receh yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

JAKARTA, KOMPAS.com – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil selama ini dikenal sebagai satu dari segelintir politikus yang dekat dengan generasi muda.

Reputasi itu tak terlepas dari cara mantan Wali Kota Bandung itu mengoptimalkan penggunaan media sosialnya dengan gaya anak-anak muda.

Dalam wawancara eksklusif program Gaspol Kompas.com, pria yang akrab disapa Kang Emil itu buka-bukaan bagaimana ia berusaha untuk selaras dengan perkembangan zaman yang kini dimotori kaum muda.

Baca juga: Lanjut Jadi Gubernur Jabar atau Capres, Ridwan Kamil Tetap Akan Masuk Parpol

Salah satunya dengan menjaga betul “engagement” dengan para pengikut di media sosial, sehingga para pengikutnya merasa dekat dengannya.

“Makin ke sini juga enggak bisa biasa saja. Kalau dulu hanya foto, sekarang harus video. Video juga enggak sembarang, harus sinematik,” ujarnya berseloroh.

Emil pun mafhum betul tren perilaku generasi milenial dan generasi Z dalam mengonsumsi media sosial.

Ia paham bahwa konten-konten media sosial yang memikat mereka adalah yang jenaka, ringan, menghibur, dan tidak bertele-tele.

Ia juga mengerti jenis-jenis lagu yang cocok di telinga para pengikutnya untuk konten-konten yang ia unggah ke media sosial.

Pun mengenai isu yang lekat dengan kaum muda. Emil mengaku terus memperbarui wawasannya soal isu-isu yang sedang diperbincangkan atau jadi keresahan kaum muda, mulai dari asmara, pekerjaan, film-film yang sedang hangat, sampai teknologi terbaru non-fungible token (NFT).

“Akibatnya, saya menemukan bahwa kalau mau engagement tinggi, untuk para pejabat, orang-orang yang perlu komunikasi publik, di Indonesia rumusnya cuma satu, konten boleh serius tapi gaya bahasa dan penyampaiannya harus humoris, receh,” kata dia.

Emil tak menampik bahwa ia mempekerjakan tim khusus media sosial untuk mengoptimalkan engagement tersebut lantaran kesibukannya sebagai pejabat publik. Namun, ia juga masih memegang sendiri kendali akunnya.

“Yang saya pegang sendiri Instagram feed,” akunya.

Sejauh ini, strategi itu sukses besar. Ridwan Kamil menjadi politikus dengan jumlah pengikut di media sosial Instagram kedua tertinggi di Indonesia, setelah Presiden Joko Widodo, dengan 15 juta lebih pengikut per hari ini.

Baca juga: Lanjut Jadi Gubernur Jabar atau Capres, Ridwan Kamil Tetap Akan Masuk Parpol

Konten-konten media sosialnya pun masih terasa “otentik”. Dengan kata lain, Kang Emil yang tampil di Instagram, termasuk humor-humornya, tidak terasa berbeda dengan Kang Emil di luar Instagram.

“Saya rata-rata frekuensi posting itu cuma pagi, siang, malam, kayak makan obat. Dari tiga itu, biasanya satunya receh, duanya serius. Terbukti, yang receh jutaan view, yang serius paling ratusan ribu. Kalau terlalu serius, engagement sedikit, kalau terlalu receh apa bedanya dengan akun-akun dagelan? Makanya saya seimbangkan,” jelas Emil.

Baca juga: Ridwan Kamil Mengaku Tak Akan Maksa Jadi Capres 2024, tapi…

Emil menyebutkan, kebutuhan konten media sosial bukan pekerjaan sembarang saat ini. Tak terkecuali di dunia politik, kebutuhan itu terasa makin mendesak bagi para politikus untuk menjaring dukungan.

“Baliho masih dibutuhkan, memang. Tapi, tidak terukur engagement-nya, ini disukai atau tidak disukai, dan berapa banyak (yang suka/tidak suka)?” tutup pria yang pernah berkarier sebagai arsitek itu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.