Blog

losandes.biz: Dampak Perang Rusia Ukraina bagi Indonesia Harga Mi Instan dan Bunga Kredit Bisa Naik


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: Dampak Perang Rusia Ukraina bagi Indonesia Harga Mi Instan dan Bunga Kredit Bisa Naik yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Ukraina merupakan pemasok gandum terbesar bagi Indonesia. Sebaliknya bagi Ukraina, Indonesia adalah negara tujuan ekspor gandum terbesar kedua di dunia setelah Mesir.

Baca juga: Dampak Perang Rusia Vs Ukraina, Harga Gas Eropa Melambung ke Rekor Tertinggi

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, Ukraina memasok 2,96 juta ton gandum atau setara 27 persen dari total 10,29 juta ton yang diimpor Indonesia pada 2020.

Indonesia sendiri merupakan negara pengonsumsi mi instan terbesar kedua di dunia, dengan total 12,6 miliar porsi pada 2020.

“Dampaknya harga bisa naik, berat bersih produk berkurang, atau menurunkan kualitas,” kata Bhima kepada BBC News Indonesia, Jumat (4/3/2022).

Baca juga: Rusia Mulai Rasakan Parahnya Dampak Sanksi dan Boikot atas Serangan ke Ukraina

“Tapi, mi instan kan banyak dikonsumsi juga oleh masyarakat kelas menangah bawah, sehingga kenaikan harga Rp 1.000 saja akan terasa,” ujar dia.

Meski Indonesia bisa mencari alternatif produsen gandum lain untuk memenuhi kebutuhan gandum, Bhima mengatakan, prosesnya akan memakan waktu.

Sementara itu, harga gandum akan tetap mengacu pada harga yang ditetapkan secara global, sehingga kenaikannya tidak bisa dihindari.

Setelah invasi ke Ukraina terjadi, harga gandum global naik sebesar 5,35 persen menjadi 9,84 dollar AS atau sekitar Rp 141.373 per gantang. Kenaikan itu merupakan yang tertinggi sejak 2008.

Baca juga: Sekjen PBB Desak Putin Hentikan Perang atas Nama Kemanusiaan, Peringatkan Dampak Global Aksinya

Bencana, kata Bank Dunia

Secara global, perang di Ukraina adalah bencana bagi dunia yang akan menyebabkan berkurangnya pertumbuhan ekonomi global, kata Presiden Bank Dunia kepada BBC.

“Perang di Ukraina terjadi pada saat yang buruk bagi dunia karena inflasi sudah naik,” kata David Malpass.

Ia menekankan keprihatinan terbesar adalah jatuhnya korban jiwa yang masih terus meningkat.

Ribuan warga sipil dan tentara diperkirakan meninggal akibat pertempuran sejauh ini.

Baca juga: Gambar-gambar Tunjukkan Parahnya Dampak Terjangan Badai Eunice di Seluruh Eropa

Malpass mengatakan, dampak ekonomi dalam perang menyebar di luar Ukraina dan menyebabkan naiknya harga energi khususnya, sehingga menghantam kelompok miskin, serta mengakibatkan inflasi.

Kedua negara juga menyumbang 28.9 persen ekspor gandum dunia, menurut JP Morgan. Harga gandum di pasar modal Chicago tercatat pada angka tertinggi dalam 14 tahun.

Baca juga: AS Perkirakan Dampak Jika Invasi Rusia ke Ukraina

Masih ada stok sementara ini

“Industri sebenarnya masih punya stok yang tersedia baik bahan baku maupun barang jadi. Jadi, industri tidak serta merta menaikkan harga langsung dengan kenaikan harga spot,” kata Adhi dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Barat Ramai-ramai Kecam Rusia karena PLTN Zaporizhzhia, Moskwa Membantah Menyerang

Rusia baru-baru ini telah melarang ekspor amonium nitrat (AN) yang merupakan bahan dasar pembuatan pupuk. Hal itu akan memicu kenaikan harga pupuk.

“Kalau hambatan amonium nitrat dan pupuk di Rusia berlangsung lama, pastinya harga pupuk subsidi akan terbang cukup tinggi dan akan memengaruhi juga biaya pertanian di dalam negeri,” tutur Bhima.

Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik Distribusi Jasa BPS Setianto juga telah mengingatkan bahwa sejumlah komoditas ekspor maupun impor Indonesia dengan Rusia maupun Ukraina akan terpengaruh dan bisa memicu inflasi.

Baca juga: Inggris Akan Jatuhkan Sanksi ke Sektor Energi Rusia

Bahan bakar non-subsidi telah naik

Salah satu dampak yang telah terasa akibat invasi Rusia ke Ukraina adalah kenaikan harga bahan bakar non-subsidi.

Harga gas LPG non-subsidi telah naik dari Rp 13.500 per kilogram menjadi Rp 15.500 per kilogram sejak 27 Februari lalu.

PT Pertamina Patra Niaga menyatakan, kenaikan harga itu terjadi karena mengikuti perkembangan terkini industri minyak dan gas.

Selain itu, PT Pertamina (Persero) telah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi yakni Pertamax Turbo dan Dexlite per 3 Maret 2022 dengan kisaran kenaikan Rp 500-Rp 1.100 per liter.

Sejauh ini, BBM bersubsidi seperti Pertamax dan Pertalite belum mengalami kenaikan harga.

“Kita tinggal menunggu saja, apakah pemerintah bisa menahan pertalite dan pertamax,” kata Bhima Yudhistira.

Harga minyak dunia per Rabu (2/3/2022) telah menembus 110 dollar AS (Rp 1,58 juta) per barrel.

Kenaikan harga minyak dikhawatirkan dapat memicu inflasi karena akan diikuti oleh kenaikan harga produk-produk lainnya.

Baca juga: Rangkuman Hari Kesembilan Serangan Rusia ke Ukraina, Moskwa Duduki PLTN Zaporozhzhia, Harga Roti Naik

Bunga kredit motor hingga rumah bisa ikut terpengaruh

Inflasi yang meningkat akan menyebabkan biaya pinjaman naik, sehingga akan ditanggung oleh konsumen.

“Komsumen juga menanggungnya misalnya pada kredit kendaraan bermotor yang naik, KPR juga akan lebih mahal, jadi konsekuensinya ke sana,” tutur Bhima.

Kenaikan bunga pinjaman itu, kata dia, adalah “konsekuensi logis” dari situasi saat ini.

Indikasi-indikasinya pun telah terlihat di tataran global, misalnya dengan kenaikan suku bunga di AS menjadi tiga hingga empat kali lipat dan inflasi tinggi di negara-negara maju.

Baca juga: 7.000 Ilmuwan Rusia Surati Putin, Protes Invasi ke Ukraina

Apa yang perlu dilakukan Pemerintah Indonesia?

Ada sejumlah hal yang dinilai Bhima bisa dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mengurangi dampak ekonomi perang Rusia-Ukraina di dalam negeri.

Situasi bisa menjadi lebih buruk apabila eskalasi perang Rusia-Ukraina menjadi lebih lama dan harga minyak mentah menembus 120 dollar AS (Rp 1,72 juta) per barrel.

Pemerintah diminta menambah dana kompensasi kepada Pertamina dan PLN agar harga BBM dan tarif dasar listrik tidak naik hingga akhir tahun.

“Kekuatan APBN sebetulnya cukup karena sekarang pemerintah lagi diuntungkan dengan pendapatan negara yang naik karena batu bara dan sawit, estimasinya ada Rp 111 triliun, jadi bisa subsidi silang,” jelas dia.

Baca juga: Rangkuman Seminggu Perang Rusia Vs Ukraina: Awal Invasi, Perlawanan Kiev, hingga Ancaman Nuklir

Kemudian pemerintah juga diminta menambah subsidi energi bagi elpiji dan BBM. Anggaran untuk subsidi itu saat ini berkisar Rp 134 triliun, tetapi diharapkan bisa bertambah menjadi Rp 180-Rp 200 triliun.

Pendapatan masyarakat disebut belum sepenuhnya pulih, sehingga kenaikan harga komoditas yang terjadi akibat perang di Ukraina, akan semakin menekan daya beli mereka.

“Kalau intervensi itu bisa berjalan, saya yakin dampaknya tidak akan seburuk di luar negeri,” kata Bhima.

Baca juga: Jerman Akan Kirim 2.700 Rudal Buatan Soviet ke Ukraina untuk Lawan Rusia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.