Blog

losandes.biz: Dijuluki Penerus Habibie Kebohongan Dwi Hartanto Terbongkar


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: Dijuluki Penerus Habibie Kebohongan Dwi Hartanto Terbongkar yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

TEMPO.CO, Jakarta – Kebohongan Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral di Technische Universiteit (TU) Delft, Belanda, yang mengaku sebagai profesor muda bidang aeronautika terkuak. Calon profesor muda (28 tahun) dan pengganti Habibie, begitu media massa menyebutnya.

Namanya naik daun dalam dua tahun setelah diberitakan berbagai media elektronik maupun televisi setelah mengaku diminta banyak pihak untuk mengembangkan pesawat jet tempur generasi keenam.

Sosok Dwi Hartanto ditulis secara manis oleh berbagai media nasional sebagai doktor muda (28 tahun) calon profesor bidang roket dalam tiga tahun terakhir. Dia dianggap “pahlawan” Indonesia di negeri Belanda. Faktanya, Dwi lahir pada 13 Maret 1982. Artinya, dia sudah berumur 35 tahun, bukan 28 tahun seperti yang diberitakan. Dia pun sempat mengaku bahwa ditawari menjadi warga negara Belanda, tapi ditolaknya.

Selain itu, Dwi Hartanto sempat mengaku memenangkan lomba riset Space craft and Technology di Jerman dan mengalahkan sejumlah ilmuwan dari negara lain.

Kebohongan tersebut sebetulnya sudah diketahui oleh warga Indonesia di Belanda yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda. Dirinya pun sudah diingatkan untuk menghentikan aksinya tersebut. Adalah Deden Rukmana, profesor dan pakar urban studies di Savannah State University, Amerika Serikat, yang pertama kali mengungkap kebohongan Dwi Hartanto kepada publik dalam status Facebook miliknya.

Menurut Deden, puncak kemarahan rekan-rekan ilmuwan Indonesia di Belanda timbul saat tersebar pesan di grup WhatsApp Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4). Deden termasuk anggota grup tersebut. Beberapa orang, menurut Deden, mengambil inisiatif membentuk tim untuk membongkar kebohongan Dwi.

Dalam statusnya, Deden menyebutkan dokumen pertama terdiri 33 halamam berisi beragam foto-foto aktivitas Dwi Hartanto termasuk dari halaman Facebook-nya dan link berbagai website tentangnya. Salah satunya termasuk transkrip wawancara di program Mata Najwa pada Oktober 2016, serta surat-menyurat elektronik dengan beberapa pihak untuk mengklarifikasi aktivitas yang diklaim Dwi Hartanto.

“Saya menilai mereka sebagai pihak yang mengetahui kebohongan publik yang dilakukan oleh Dwi Hartanto dan menginginkan agar kebohongan ini dihentikan. Mereka sudah menemui Dwi Hartanto dan memintanya agar meluruskan segala kebohongannya, tapi tidak ditanggapi serius oleh yang bersangkutan,” tulis Deden.

Simak artikel lainnya tentang terbongkarnya kebohongan Dwi Hartanto hanya di kanal Tekno Tempo.co.