Blog

losandes.biz: Ekonomi Politik 2021


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: Ekonomi Politik 2021 yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

DIDIN S DAMANHURI, Guru Besar Ekonomi Politik Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB

Ekonomi Politik Indonesia 2021, dapat dipahami dengan melihat hubungan antara kondisi demokrasi dan kesejahteraan.

Menurut The Economist Intelligence Unit (EIU), kondisi demokrasi Indonesia dengan melihat Indeks Demokrasi (ID), dengan nilai antara 0 dan 10, sejak 2015 menurun bahkan merosot sejak 2016, dari 7,03 menjadi 6,97 kemudian 6,39.

Terkait kondisi kesejahteraan, menggembirakan, dengan masuknya Indonesia sejak 1 juli 2020 menjadi negara berpendapatan menengah atas, yakni rata-rata 4.046-12.535 dolar AS bersama Malaysia, Brasil, Argentina, Rusia, dan Cina.

Cuma Indonesia baru lebih sedikit dari 4.046 dolar AS, yakni 4.150 dolar AS. Malaysia sudah lebih dari 12 ribu dolar AS. Itu kalau berbicara rata-rata. Lebih objektif, harus dilihat distribusinya dengan Rasio Gini Konsumsi.

Jadi, menurunnya kondisi politik (baca: demokrasi) diikuti menurunnya kesejahteraan. Mengapa ini terjadi?

Dalam relasi antara demokrasi dan kesejahteraan, secara teori ataupun empiris, negara yang telah matang demokrasinya, seperti negara Skandinavia, Selandia Baru, Kanada, dan Australia, Indeks Demokrasinya di atas 9.

Lalu, negara berkembang, seperti Malaysia dan Indonesia dan terakhir, disebut negara otoriter, seperti RRC dan Korea Utara.

Maka itu, variabel antara yang bisa menjelaskan kematangan demokrasi dan kesejahteraan, yakni pelaksanaan negara hukum (baca: index rule of law). Lagi-lagi, yang tertinggi negara Skandinavia, seperti Denmark, Norwegia, Finlandia, dan Swedia.

Hambatan Indonesia mencapai kematangan demokrasi adalah kendali kaum oligarki modal terhadap proses demokrasi.

Dia berpendapat, hambatan Indonesia mencapai kematangan demokrasi adalah kendali kaum oligarki modal terhadap proses demokrasi sehingga makin menyulitkan mencapai cita-cita memakmurkan rakyat (/mediaindonesia.com, 18/8/2018).

Dengan kompleksitas hubungan di atas, kita ingat demokrasi bebas tahun 1950-an dengan sistem perlementer dan sejak 1998 kita mengalami sistem demokrasi presidensial, masalahnya hampir sama, yakni pengelolaan kebebasan sebagai ciri demokrasi.

Kita lihat bagaimana sengitnya dialog publik, perbedaan antarelite pemerintah pusat dan pemda dalam menetapkan PSBB, menetapkan kebijakan fiskal, prioritas antara kesehatan dan ekonomi, serta terakhir dalam vaksinasi.

Meski ujungnya dalam peringkat dalam penanganan Covid-19, Indonesia di posisi ke-18 (bulan Desember), AS, India, Brasil, dan Rusia berada di peringkat paling buruk dalam data-data terinfeksi dan kematian.

Jadi, umumnya justru negara berkategori demokratis, tapi juga berpenduduk besar. Hanya RRC, berkategori negara otoriter, tetapi paling berhasil menangani Covid-19 sekaligus tak mengalami resesi, meski penduduknya lebih dari 1,5 miliar.

Hanya RRC, berkategori negara otoriter, tetapi paling berhasil menangani Covid-19 sekaligus tak mengalami resesi.

Indonesia 2020, secara ekonomi dalam mengalami penanganan Covid-19 termasuk 20 negara terburuk. Namun, mengalami resesi sekitar minus dua persen, bukan negara yang terdalam dalam kontraksi ekonominya.

Untuk 2021, perhitungan kami, ekonomi akan pulih, tetapi dengan proyeksi sekitar 2-3 persen, hampir sama dengan Bank Dunia. Vaksinasi masih belum solid selain jaminan Presiden Jokowi bahwa akan gratis untuk seluruh penduduk.

Dari sisi APBN 2021, jelas ada penurunan fokus dari sisi kesehatan, bansos, dan stimulus UMKM. Kami menyarankan revisi APBN 2021 sehingga penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi lebih cepat dari yang diperkirakan.