Blog

losandes.biz: Ihwal Objektifikasi Politik Islam Bagian IIIHabis


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: Ihwal Objektifikasi Politik Islam Bagian IIIHabis yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Oleh KUNTOWIJOYO

Membagi-bagi sejarah dalam periode-periode sangat penting. Dengan mengetahui karakteristik sebuah periode, orang akan dapat menjawab pertanyaan: What is to be done? Objektifikasi mempunyai kaitan teoritis dengan periode ilmu dari periodisasi sejarah politik umat Islam di Indonesia. Penulis membagi sejarah politik umat Islam menjadi tiga periode berdasar sistem pengetahuan masyarakat, yaitu periode mitos, ideologi, dan periode ilmu.

Periode mitos ditandai dengan cara berpikir pralogis (mistik) berbentuk magi, pergerakan politik (pemberontakan) dengan lokasi pedesaan, bersifat lokal, latar belakang ekonom agraris, masyarakat petani, solidaritas mekanis, dan kepemimpinan tokoh kharismatik. Sasaran dari pergerakan politik ialah pemerintah kolonial. Karena sifatnya yang menekankan kharisma itulah, Belanda sangat khawatir dengan aliansi antara tokoh agama dengan bangsawan, karena kedua elite pribumi itu mempunyai kedudukan istimewa dalam masyarakat. Para bangsawan diawasi, Pemerintah Hindia-Belanda akan memilih pejabatnya hanya dari bangsawan yang jauh dari agama. Demikian juga kyai, tokoh tarekat, dan haji yang secara potensial adalah tokoh-tokoh politik, diawasi langkahnya.

Sampai masuk abad ke-20, periode mitos itulah yang terjadi. Di Jawa pemberontakan besar terakhir terjadi pada 1888 di Banten, sedangkan di luar Jawa Perang Aceh yang meletus pada 1873 masih terus berlanjut, sampai dekat ketika umat Islam memasuki periode berikutnya, yaitu periode ideologi.

Membagi-bagi sejarah dalam periode-periode sangat penting.

Tanda masuknya umat ke periode ideologi ialah berdirinya Sarekat Islam. Sebagai organisasi politik massa (wong cilik) SI didirikan pada 1911, meskipun kemungkinan bahwa SI sudah berdiri sebagai organisasi nonpolitik pada tahun-tahun sebelumnya (kalangan SI sekarang mengklaim tahun 1905, angka lain ialah 1909). Ciri organisasi politik yang baru ialah cara berpikir rasional (rasional nilai, wertrational) tapi masih nonlogis berbentuk pengetahuan apriori tentang nilai-nilai abstrak, lokasi, kota, perkumpulan bersifat nasional, ekonomi komersial dan industri kecil, masyarakat pedagang dan ”partikelir”, solidaritas organis, dan kepemimpinan intelektual.

Reaksi pemerintah kolonial terhadap pergerakan ini ialah mencegah supaya pergerakan tidak meluas dengan hanya mengizinkan berdirinya SI lokal. Pergerakan ini bukan lagi memakai metoda pemberontakan, tapi pengerahan massa untuk tujuan-tujuan damai. Di antaranya dengan rapat-rapat, aksi-aksi solidaritas, pemogokan, resolusi, penerbitan, pamflet-pamflet, gerakan ekonomi, dan gerakan kebudayaan antifeodalisme.

Untuk pertama kalinya umat mengenal organisasi yang disebut partai, dan metode yang disebut parlemen.

Objektifikasi memerlukan umat yang dapat berpikir secara logis berdasarkan fakta yang konkret dan empirik. Akhirnya, diharapkan bahwa gagasan objektifikasi dapat membebaskan umat dari prasangka politik pihak-pihak birokrasi, umat sendiri, dan nonumat.

Disadur dari Harian Republika edisi 4 Oktober 1997. Kuntowijoyo (1943-2005) adalah guru besar UGM Yogyakarta. Ia salah satu cendekiawan Muslim paling berpengaruh di Indonesia.