Blog

losandes.biz: Kasus pelanggaran HAM berat di Paniai Papua Keluarga korban tuntut keadilan eks pejabat TNI klaim tak ada perintah dari atas


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: Kasus pelanggaran HAM berat di Paniai Papua Keluarga korban tuntut keadilan eks pejabat TNI klaim tak ada perintah dari atas yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

  • Muhammad Irham
  • Wartawan BBC News Indonesia

“Sudah ya,” katanya sambil berlalu masuk ke dalam mobil saat dicegat di pelataran kantornya.

Mahfud MD sebelumnya sempat beberapa kali dikonfirmasi oleh media terkait kasus tersebut, namun ia pelit bicara: “Bagus” dan “Belum baca”.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT/ANTARAFOTO

Keterangan gambar,

Menkopolhukam, Mahfud MD.

Ketua TIM ad hoc Komnas HAM, M. Choirul Anam menyebut penyelidikan ini “memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan, dengan element of crimes adanya tindakan pembunuhan dan tindakan penganiayaan.”

“Sistematis atau meluas dan ditujukan pada penduduk sipil dalam kerangka kejahatan kemanusiaan sebagai prasyarat utama terpenuhi,” kata Anam dalam keterangan tertulisnya.

Sumber gambar, JUNI KRISWANTO/AFP VIA GETTY IMAGES

Keterangan gambar,

Sebanyak 56 orang Papua dan satu orang non-Papua menjadi tahanan politik atas tuduhan makar setelah aksi demonstrasi yang berujung kerusuhan pertengahan tahun 2019

“Anaknya lucu. Tapi rajin dia. Aktif di gereja. Anak ini humoris juga,” kata John Gobai kepada BBC News Indonesia, Selasa (18/02).

“Di situ baru dia juga terkena tembak. Sebenarnya dia nggak punya urusan… Dia ikut sama teman-temannya,” kata John Gobai.

“Saya memang masih punya keyakinan bahwa proses ini masih bisa berjalan. Proses hukum,” kata Sekretaris II Dewan Adat Papua itu.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/THOYIB

Keterangan gambar,

Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo meninjau pasar khusus Mama Papua di Distrik Anggi, Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, Minggu (27/10/2019)

Masih diteliti Kejaksaan Agung

Menurut Heri jika syarat formil dan materiil atau bukti-bukti sudah cukup, maka Kejaksaan Agung akan menindaklanjutinya ke tahap berikutnya. “Maka tentu akan kita anggap lengkap, kemudian kita lanjutkan dengan penyidikan,” katanya, Selasa (18/02)

Berdasarkan catatan sebelumnya, Kejaksaan Agung sempat mengembalikan berkas-berkas kasus pelanggaran HAM berat yang pernah disodorkan Komnas HAM, karena dianggap kurang bukti.

Sejak 2002 silam, Komnas HAM sudah menyerahkan sejumlah berkas pelanggaran berat ke Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti. Namun, sejak itu pula, berkas-berkas perkara tersebut mengalami proses bolak-balik dari Kejagung ke Komnas HAM dan sebaliknya.

Berkas perkara yang dikembalikan adalah berkas peristiwa 1965-1966, peristiwa Talangsari, Lampung 1998, peristiwa penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, peristiwa Kerusuhan Mei 1998, peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, peristiwa Wasior dan Wamena.

Seberapa yakin Komnas HAM kasus ini ke pengadilan?

Wakil Ketua Komnas HAM, Sandrayati Moniaga mengatakan lembaganya hanya sebatas menemukan bukti awal untuk ditindaklanjuti Kejaksaan Agung. Hal ini tertuang dalam Undang Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

“Tentunya itu semua harus ditindaklanjuti oleh penyidik (Kejaksaan Agung) yang kemudian mengumpulkan semua bukti. Bukan bukti permulaan lagi. Kalau kami kan bukti permulaan,” kata Sandra kepada BBC News Indonesia, Selasa (18/02).

Lebih lanjut, Sandra meyakini rekomendasi yang disodorkan ke Kejaksaan Agung sudah layak untuk ditindaklanjuti ke tahap penyidikan.

“Jadi bukti permulaan itu bisa keterangan (saksi dan korban), bisa macam-macam, bisa dari laporan. Tapi yang penting semuanya cukup dan verified, sudah dicek dan ricek,” katanya.

Sumber gambar, Vina Rumbewas

Keterangan gambar,

Demonstrasi berbuntut kerusuhan di Wamena ini terjadi pada akhir September tahun 2019.

“Kalau pidana biasa, pembunuh bertanggung jawab atas tindakan pembunuhan atas yang dia lakukan. Kalau sistematis, ada perintah atasan. Ada komando,” kata Sandra.

“Supaya ini bisa berakhir di Pengadilan HAM… Kalau kita memberikan komentar atau menanggapi itu, menurut saya itu tidak proporsional,” kata Yan kepada BBC News Indonesia, Selasa (18/02).

Jangan sampai, kata John, komentar dari pejabat negara ditujukan untuk melindungi oknum-oknum yang terlibat. “Jangan ada kesan kita melindungi oknum anggota kita,” katanya.