Blog

losandes.biz: Kilas Balik 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat yang Diakui dan Disesalkan Jokowi


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: Kilas Balik 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat yang Diakui dan Disesalkan Jokowi yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

TEMPO.CO, Jakarta – Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerima laporan mengenai 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi masa lalu. Ia mengaku menyesalkan peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu itu.

“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu, 11 Januari 2023.

Pernyataan tersebut diungkapkan setelah membaca dengan seksama laporan dari Tim Non-Yudisial Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat. Meski ada pembentukan tim non-yudisial, Jokowi menekankan agar kasus pelanggaran HAM berat tetap diusut melalui jalur yudisial.

“Saya menaruh simpati dan empati mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Oleh karena itu saya dan pemerintah untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial,” kata Jokowi.

Sementara itu Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik sebelumnya telah meminta Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin, menindaklanjuti 12 berkas kasus pelanggaran HAM berat. Berkas itu Komnas limpahkan karena penyelidikan kasus oleh pihaknya telah diselesaikan.

Lantas, apa saja 12 kasus pelanggaran HAM berat itu dan bagaimana bisa terjadi? Berikut Tempo sajikan kilas balik kasusnya.

1. Peristiwa 1965-1966

Seperti dikutip dari laman kontras.org, dari hasil penyelidikan Komnas HAM, sekitar 32.774 orang diketahui telah hilang dan beberapa tempat diketahui menjadi lokasi pembantaian para korban. Sementara beberapa riset menyatakan bahwa korban lebih dari 2 juta orang.

2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985

Penembakan misterius atau yang lebih dikenal dengan Petrus, mulai marak di Indonesia sejak 1983. Kala itu, Kota Yogyakarta menjadi tempat pertama bagi operasi Petrus. Orang-orang bertato atau berpenampilan seperti preman menjadi target utama dari Petrus. Ketakutan tersebut semakin meluas ketika kabar mengenai munculnya Petrus di berbagai daerah lain menyebar.

Korban Petrus biasanya ditemukan dengan ciri-ciri yang hampir sama. Korban Petrus umumnya memiliki tiga luka tembak di tubuhnya. Selain luka tembak, beberapa korban Petrus sebagian besar juga ditemukan dengan luka cekik di lehernya. Di atas mayat yang dibiarkan tergeletak, pelaku penembakan biasanya akan meninggalkan uang Rp 10 ribu untuk biaya penguburan.

Jumlah korban dari peristiwa penembakan misterius pada 1982 sampai 1985 mencapai 10 ribu orang. Data tersebut ia kutip dari penelitian David Bourchier yang berjudul “Crime, Law, and State Authority in Indonesia” pada 1990, yang diterjemahkan oleh Arief Budiman. Sedangkan dari pengaduan yang diterima oleh Komnas HAM, jumlah korban mencapai 2.000 orang lebih.

3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989

Secara berurutan, Ahmad diperintahkan –di bawah ancaman senjata– untuk membakar rumah-rumah kelompok Warsidi, pondok pesantren, dan bangunan-bangunan yang diduga berisi 80-100 orang. Bayi, anak-anak, ibu-ibu (banyak di antaranya yang sedang hamil), remaja, dan orang tua dilaporkan ikut terlalap api dalam kebakaran tersebut.

Sebanyak 27 orang dilaporkan tewas akibat pembunuhan di luar proses hukum, 5 orang diculik, 78 orang dihilangkan secara paksa, 23 orang ditangkap secara sewenang-wenang, dan 24 orang mengalami pengusiran.

4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989

Tragedi Rumah Geudong terjadi di sebuah rumah tradisional di Aceh yang dijadikan sebagai markas TNI di Desa Bili, Kabupaten Pidie selama masa konflik Aceh (1989-1998). Dalam Rumah Geudong, para TNI melakukan pengawasan terhadap masyarakat dan memburu pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ingin memisahkan Aceh dari Indonesia. Saat sedang menjalankan operasinya, tidak sedikit oknum anggota TNI melakukan berbagai tindak kekerasan terhadap para warga.

5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa tahun 1997-1998

Penculikan aktivis 1997/1998 adalah penculikan aktivis pro-demokrasi yang terjadi antara Pemilu Legislatif Indonesia 1997 dan jatuhnya Presiden Soeharto tahun 1998. Kasus penculikan aktivis 1997/1998 dilakukan oleh tim khusus bernama Tim Mawar.

Menurut laporan konstraS, kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa, menimpa para aktivis, pemuda dan mahasiswa yang ingin menegakkan keadilan dan demokrasi di masa pemerintahan Orde Baru. Mereka yang kritis dalam menyikapi kebijakan pemerintah dianggap sebagai kelompok yang membahayakan dan merongrong kewibawaan negara.

Dari kasus penculikan ini, terdapat 13 aktivis yang masih hilang dan sembilan aktivis dilepas oleh penculiknya. Ketiga belas aktivis tersebut sampai saat ini masih belum diketahui keberadaannya.

Selanjutnya: kerusuhan Mei…