Blog

losandes.biz: Kisah Pertempuran Surabaya Jadi Hari Pahlawan Peran Bung Tomo di Dalamnya


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: Kisah Pertempuran Surabaya Jadi Hari Pahlawan Peran Bung Tomo di Dalamnya yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Jakarta

Peringatan Hari Pahlawan 10 November berawal dari peristiwa pertempuran Surabaya. Perang arek-arek Suroboyo terhadap tentara Inggris itu terjadi pasca proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945.

Sebelum pertempuran meletus, tentara Inggris mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Demikian dilansir dari laman Kemdikbud.

Tentara Inggris saat itu adalah bagian dari sekutu atau Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI). Tidak sendirian, kelompok Netherlands Indies Civil Administration (NICA) ikut membonceng.

Penyebab Pertempuran 10 November di Surabaya

Pada 29 Oktober 1945, sekutu Inggris dan Indonesia sebetulnya menandatangani kesepakatan gencatan senjata dan keadaan berangsur reda. Meski begitu, tetap ada bentrokan yang terjadi di Surabaya, utamanya di Hotel Yamato.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di hotel tersebut, Belanda mengibarkan benderanya dan menyebabkan masyarakat Surabaya berang. Sehingga, perwakilan rakyat Surabaya, Residen Soedirman bersama-sama dengan Sidik dan Hariyanto menemui tentara Belanda WVC di Hotel Yamato. Mereka meminta Belanda menurunkan benderanya.

Pihak Belanda pun menolak. Mereka bahkan mengancam dengan pistol dan memantik perkelahian di lobi hotel. Mulai saat itu, bentrok kerap terjadi.

Puncak bentrok terjadi saat Jenderal Mallaby terbunuh pada 30 Oktober 1945. Dia adalah pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur saat itu.

Kematian Mallaby mendorong kemarahan Inggris. Penggantinya, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh mengeluarkan Ultimatum 10 November 1945.

Ultimatum tersebut mengandung perintah agar semua pimpinan Indonesia dan para pemuda Surabaya datang paling lambat 10 November 1945 pukul 06.00 pagi di lokasi yang telah ditetapkan.

Rakyat Surabaya tak menggubris perintah itu. Jadi, meletuslah pertempuran 10 November 1945 kurang lebih selama tiga minggu.

Dampak Pertempuran Surabaya

Pertempuran selama tiga minggu yang menyebabkan banyak kerugian ini membuat Kota Surabaya disebut ‘neraka’.

Sebanyak 20 ribu rakyat Surabaya menjadi korban. Sekitar 150 ribu orang meninggalkan Surabaya.

Dari sekutu, ada 1.600 prajurit tewas, hilang, luka-luka serta puluhan alat perangnya rusak atau hancur.

Namun, pertempuran Surabaya juga menjadi simbol nasional perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonialisme. Ini merupakan perang pertama melawan asing setelah proklamasi.

Pertempuran di Kota Pahlawan itu turut disebut sebagai yang terbesar dan terberat dalam sejarah revolusi nasional.

Kisah Perlawanan Bung Tomo

Melansir dari buku Kisah Bung Tomo karua Sarjono M., Sutomo lahir di Surabaya pada 3 Oktober 1920. Dia lebih akrab disapa Bung Tomo oleh rakyat.

Bung Tomo tumbuh di tengah keluarga yang sangat mementingkan pendidikan. Di adalah sosok yang berterus terang dan penuh semangat.

Bung Tomo pernah menempuh pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang saat itu merupakan tingkat SMP. Dia juga mantan siswa di Hogere Burger School (HBS) dan Algemeen Metddelbare School (AMS).

Sutomo yang pernah sukses sebagai jurnalis itu lalu bergabung ke beberapa kelompok politik dan sosial.

Walau begitu, hal inilah yang akhirnya turut mempersiapkan peran dirinya pada hal yang lebih penting. Pada Oktober dan November 1945, Bung Tomo giat membangkitkan semangat rakyat ketika Surabaya diserang habis-habisan oleh NICA.

Dia sangat dikenal dengan seruan-seruan pembuka di siaran-siaran radionya. Pekik ‘Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!’ yang penuh emosi, lekat dengan sosok Bung Tomo.

Itulah kronologi pertempuran Surabaya yang menjadi cikal bakal Hari Pahlawan 10 November dan kisah Bung Tomo di dalamnya. Selamat Hari Pahlawan!