Blog

losandes.biz: Perang RusiaUkraina Diprediksi Bikin Indonesia Untung Harga Batu Bara hingga Nikel Bakal Melambung


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: Perang RusiaUkraina Diprediksi Bikin Indonesia Untung Harga Batu Bara hingga Nikel Bakal Melambung yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia sebagai negara yang kaya komoditas dinilai memiliki posisi strategis atas konflik geopolitik antara Rusia-Ukraina.

Sejumlah pengamat pasar modal memproyeksikan hal tersebut akan mendorong optimisme harga komoditas, pasar modal dan ekonomi di tanah air.

Baca juga: 10 Saham Paling Cuan Sepekan, Ada Emiten Pertambangan dan Energi

Nikel

Founder of Forum Saham, Tape Trader8 & Beta Trader Yuzha Sha menjelaskan, tulang punggung ekspor dari Rusia adalah komoditas. Mulai dari minyak, gas, batu bara, hingga barang mineral hasil olahan tambang seperti tembaga, berlian dan emas.

Konflik geopolitik Rusia-Ukraina mendorong kekhawatiran menipisnya pasokan nikel dunia.

Dia mengatakan, pada 2021 ekspor nikel Rusia menurun 66,5 persen menjadi 45.400 ton dari 135.000 ton pada tahun sebelumnya. Sedangkan Indonesia adalah salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia.

Baca juga: Usai Larangan Ekspor Nikel dan Bauksit, Timah dan Tembaga Menyusul Pada 2023

Menurut data badan survei geologis Amerika Serikat (AS) atau US Geological Survey, produksi nikel Indonesia mencapai 1 juta metrik ton pada 2021 atau menyumbang 37,04 persen nikel dunia.

“Ini akan menjadi salah satu potensi yang menjadikan ekonomi Indonesia hebat kembali. Sebagai contoh untuk nikel hanya ada beberapa country yang mempunyai jutaan ton di dalamnya. Belum ada yang bisa menggantikan energi semurah coal. Jadi memang ini menarik terutama untuk komoditi baik itu nikel, coal, copper, aluminium dan lain-lain,” ujar Yuzha dalam acara Investment Talk bertema Ekonomi Indonesia Hebat, yang digelar secara daring oleh D ‘ORIGIN Financial & Business Advisory dan IGICO Advisory, Minggu (27/2/2022).

Baca juga: Dampak Konflik Rusia-Ukraina di Indonesia, Harga BBM Bisa Naik, Juga Elpiji dan Listrik

Batu bara

Di sisi lain, karena konflik dengan Ukraina, Rusia tengah menghadapi sanksi boikot ekonomi dari dunia internasional yang tentunya mengganggu ekspor negeri Beruang Merah tersebut.

Sehingga pasokan komoditas dari Rusia kepada dunia perlu digantikan oleh negara-negara pesaingnya. Salah satunya untuk batu bara adalah Indonesia.

Baca juga: Indonesia Bakal Lenyapkan Semua PLTU Batu Bara pada Tahun 2056

“Analisa saya, komoditas memang akan berjaya tetapi potensi akan ada yang sunset komoditas terutama untuk fuel. Sementara nikel, sebagai alternatif-alternatif komoditas yang telah menjadi bagian dari hidup kita dalam penggunaan handphone, smart card dan lain lain mempunyai potensi untuk mendorong produksi dan otomatis mendorong super siklus komoditas terjadi,” urainya.

Baca juga: Ekonomi Pulih, Indonesia Balik Jadi Negara Berpenghasilan Menengah Atas Pada 2022

Harga emas dan harga sawit mentah

Dengan pertumbuhan itu, akan mendorong inflasi karena masyarakat lebih konsumtif sehingga membutuhkan banyak uang beredar. Dengan tingginya kebutuhan cadangan emas negara, tentunya akan mengatrol harga logam mulia.

Sementara minyak sawit mentah atau CPO, akan sangat bergantung pada ketentuan dari Eropa dan mengikuti harga minyak mentah.

Mendekati level Commodity Boom 2010-2011?

Senior Portfolio Manager of Samuel Aset Manajemen Agung Ramadoni mengatakan, hampir semua harga komoditas dalam kurun satu tahun terakhir meningkat cukup tajam, mendekati level commodity boom pada 2010-2011. Namun hal ini perlu dicermati lebih dalam akankah berkelanjutan atau tidak.

Dia menilai, hal tersebut bergantung pada oil capital expenditure (capex) dari mayoritas perusahaan minyak di dunia. Oleh karena itu, untuk mestimulus mayoritas perusahaan minyak dunia mengeluarkan capex secara progresif, kondisi politik global harus lebih stabil dengan berhentinya konflik di Eropa.

Baca juga: Indonesia Malah Diuntungkan dari Perang Rusia–Ukraina? Ini Penjelasannya

“Sejauh ini capex mereka dibandingkan dengan 2011 atau 2014 masih terbilang jauh. Dari segi inventory masih sangat rendah. Baik dari copper, nikel, aluminium, dan timah masih terbilang rendah. Masih in early stage bagi commodity price saat ini. Jadi kita tunggu,” ujarnya.

Hal itu pun mendorong ekonomi pulih lebih baik. Sehingga terlihat dari penjualan produk otomotif dan properti yang meningkat.