Blog

losandes.biz: Politik dan Kebohongan


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: Politik dan Kebohongan yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

“Dusta itu penghulu segala kesalahan” (hadits).

Konon kabarnya ketika seseorang berbohong dalam sebuah hal maka dia akan berbohong tentang hal lain. Ketika dia berbohong pada suatu kesempatan maka dia akan berakhir pada kebohongan lain di lain kesempatan.

Maka Rasul mengingatkan: “jangan berbohong”. Bahkan disebutkan dalam riwayat lainnya bahwa kebohongan itu melahirkan “kebohongan di atas kebohongan”.

Lebih jauh, seseorang akan terbiasa berbohong hingga menjadi pembohong (kadzdzab). Dan sesungguhnya pembohonh itu akan berakhir di lobang neraka.

Kebohongan kemudian membesar, bahkan menjadi sebuah normalitas ketika memasuki musim politik. Ragam info yang disebarkan kerap kali tidak sesuai dengan fakta. Kebohongan informasi ini dikenal dengan hoax.

Tentu yang runyam adalah ketika berita-berita bohong atau hoax itu berkenaan dengan pribadi orang. Selain kebohongan, hal itu juga menjadi fitnah sekaligus. Terjadilah “atsaam murakkabah” (dosa di atas dosa)

Sholawatan di mana-mana. Pidato di mana-mana dimulai dengan muqaddimah lengkap, bagaikan khutbah dan ceramah agama. Lebih jauh, bahkan tiba-tiba para kandidat ini termotivasi untuk menjadi imam sholat, bahkan di saat ada imam yang lebih kapabel.

Fenomena di atas saya sebutkan sebagai religiositas musiman dan dadakan. Jangankan mereka yang memang berkatepe (baca KTP) Muslim. Non Muslim saja ada yang keluar masuk pesantren cium tangan para kyai.

Tapi di penghujung jabatannya kerap para politisi itu berkelik dengan seribu alasan. Satu di antara sekian alasan itu adalah bahwa Indonesia itu negara besar.

Benarlah kata seorang filusuf, Hannah Arendt, “tak seorang pun yang bisa menganggap politik bisa bertanggung jawab terhadap kebenaran. Maklum, politik bukan untuk mengungkap kenyataan, tetapi untuk mengubah kenyataan.

Dalam dunia politik saat ini kebohongan boleh jadi lebih berbahaya, karena telah menjadi strategi untuk menciptakan opini terhadap fakta yang ada. Semua fakta dibalik menjadi opini.

Bahayanya, opini itu tidak lagi sebuah opini pribadi. Tapi diolah menjadi opini loyalitas. Akibatnya, opini itu menjadi opini posisi politik. Benar salahnya ada pada Apakah “kamu pro kami atau melawan kami”.

Semoga pilpres RI kali ini dijaga dari tendensi negatif dan destruktif seperti ini. Amin