Blog

losandes.biz: Pembatasan HAM Dapat Menjadi Pelanggaran HAM


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: Pembatasan HAM Dapat Menjadi Pelanggaran HAM yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Jayadi membenarkan Pasal 154 KUHP, salah satu pasal yang diuji, merupakan bentuk pelanggaran HAM. Pasal tersebut sangat represif, menindas, dan diskriminatif. Coba bayangkan status warga negara dengan penguasa yang priveledge-nya berlebihan, menyebabkan warga negara tersebut tidak berdaya. ungkapnya. 

Ia menekankan, walau diperbolehkan, pembatasan HAM tak bisa dilakukan secara sembarangan dan berlebihan. Pasal 154 ini sebenarnya tidak ditujukan untuk membatasi, tetapi sudah melanggar. Bentuk hukumnya memang pembatasan, tetapi esensinya represif itu, tambah Jayadi yang menulis disertasi bertajuk Pelanggaran HAM melalui Undang-undang.

Sedangkan saksi ahli lainnya, Dosen Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Mudzakkir, mengaku belum bisa mengklasifikasikan apakah haatzai artikelen yang diperdebatkan merupakan pembatasan HAM atau sudah menjurus kepada pelanggaran HAM. Kesulitan untuk menklasifikasi ini terjadi karena haatzai artikelen ini lahir terlebih dahulu dari Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.

Pemerintah harus tetap dilindungi

Mudzakkir mengakui haatzai artikelen dapat ditafsirkan dengan cara yang luas, namun ia tetap meyakini bahwa pemerintah harus dilindungi dari penghinaan. Ia membedakan antara kritikan dan penghinaan. Menurutnya, penghinaan jelas perbuatan yang jahat yang harus dihukum. Namun, harus diberikan tafsir atau rumusan jelas bahwa kritikan tidak identik dengan penghinaan, tandasnya.

Untuk membedakan kritik dengan penghinaan, dapat dilihat dari unsur kesengajaan dalam mencemarkan nama baik. Memang kritik juga dapat mencemarkan nama baik, tetapi itu dilakukan secara tidak sengaja, atau tanpa niat sebelumnya.

Penilaian unsur kesengajaan dapat diukur secara subjektif, yaitu menurut pelaku dan korban. Maupun secara objektif, menurut ukuran masyarakat, terutama berkaitan dengan etika menyampaikan pendapat.

Mudzakkir mengakui bahwa dia setuju dengan rumusan Pasal 154 KUHP tersebut, dengan catatan harus diatur juga dalam penjelasannya sehingga penafsirannya tidak terlalu luas. 

Pada sidang kali ini, Mudzakkir juga menjelaskan kepada sidang MK bahwa dalam teknik rumusan delik, dikenal delik genus dan delik spesies. Pasal 134 KUHP yang telah dibatalkan MK adalah delik genus. Maka seharusnya dengan hilangnya delik genus tersebut, ketentuan delik speciesnya tidak berlaku lagi. Dengan pengujian Pasal 154 ini, maka delik spesiesnya harus diuji juga walaupun tidak ada didalam permohonan, ujarnya.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Akil Mochtar mengatakan kebebasan hak warga negara dalam menyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945 adalah salah satu wujud demokrasi. Namun tetap diperlukan suasana tertib, aman dan damai, sehingga penyampaian pendapat harus dilakukan secara bertanggung jawab.   

Akil menjelaskan pembatasan itu sudah diatur dalam Pasal 28 J Ayat (2) UUD 1945. Keterangan ini disampaikannya sebagai wakil DPR dalam sidang pengujian pasal-pasal hatzaai artikelen dalam Kitab Undang-undang hukum Pidana, Rabu (8/5). 

Pasal 28 J Ayat (2) UUD 1945

Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Namun, saksi ahli lainnya, Jayadi Damanik, berbeda pendapat. Menurutnya, walau hak asasi manusia dapat dibatasi, pembatasan HAM dalam Pasal 28J ayat (2) itu dapat membuat pembentuk UU melakukan pelanggaran HAM baik disengaja maupun tidak disengaja.