Blog

losandes.biz: Politik Kebohongan sejak dalam Pikiran


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: Politik Kebohongan sejak dalam Pikiran yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Penjajahan yang paling mengerikan ialah penjajahan kebohongan. Inilah penjajahan alam pikiran, bukan penjajahan alam fisik. Karena itu, harus dilawan sejak dalam pikiran.

Apakah indahnya berbohong? Jawabnya, bila tidak ketahuan. Untuk sampai ke tahap itu diperlukan seni berbohong.

Pembaca yang budiman, saya tidak bercanda, juga tidak sedang membohongi publik bahwa indahnya berbohong bila tidak ketahuan. Maaf, saya tidak bermaksud mengajari Anda seni berbohong.

Ada sejumlah syarat untuk menjadi pembohong sejati. Pertama, dengan sadar berbohong. Bukan khilaf. Kedua, konsisten berbohong. Bahasa kerennya, taat asas dalam berbohong.

Ketiga, berbohong sebagai kebiasaan. Tiada hari tanpa kebohongan, di antaranya berupa hoaks via media sosial.

Keempat, berbohong menjadi karakter. Dirinya ialah kebohongan itu sendiri. Kebohongan itu berupa sosok yang punya KTP, paspor, hak berserikat, hak bersuara, juga hak pilih. Tidak mengherankan bila kebisingan yang mengandung kebohongan bersahut-sahutan di tahun politik.

Puncaknya, kelima, tidak sadar berbohong karena berbohong telah menjadi kebenaran. Karena itu, dibela mati-matian.

Tidak ada orang yang punya ingatan cukup baik untuk menjadi pembohong yang sukses. Siksaan buat pembohong ialah harus mengingat semua kebohongannya. Siapa bisa?

Tidak ada orang yang sempurna, termasuk sempurna sebagai pembohong. Suatu saat lupa akan kebohongannya, dan terkuaklah karakter sebagai pembohong. Kata Lao Tzu, filsuf Tiongkok, “Perhatikan karaktermu, karena dapat menentukan nasibmu.”

Sebaliknya bagi orang benar. Kata Mark Twain, pengarang novel AS, “If you tell the truth, you don’t have to remember anything.” Jika Anda mengatakan yang benar, Anda tidak harus mengingat apa pun. Jalan orang benar ialah lurus tanpa beban.

Rakyat yang punya hak pilih kiranya sependapat dengan filsuf Jerman Friedrich Nietzsche. Katanya, “I’m not upset that you lied to me. I’m upset that from now on I can’t believe you.”

Saya tidak kecewa karena Anda membohongi saya. Saya kecewa karena sejak sekarang saya tidak memercayaimu. Sejak sekarang? Ya, sejak sekarang, tidak perlu menunggu sampai 17 April 2019, hari pencoblosan.

Maknanya gamblang, pembohong kiranya tidak akan dipercaya rakyat. Tanpa dipercaya, siapa yang bakal memilih Anda menjadi presiden dan wakil presiden?