Blog

losandes.biz: Terkait Risiko Gagal Bayar Ini Mitigasi yang Bisa Dilakukan Fintech


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: Terkait Risiko Gagal Bayar Ini Mitigasi yang Bisa Dilakukan Fintech yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Reporter: Ferry Saputra | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kasus gagal bayar masih jadi permasalahan besar di industri fintech peer to peer (P2P) lending, bahkan sejumlah lender tak ragu untuk menggugat platform. Sejumlah perusahaan fintech pun menyebut terdapat sejumlah cara atau bentuk tanggung jawab yang diberikan kepada para lender terkait kasus gagal bayar.

Salah satunya fintech AdaKami memiliki sejumlah mitigasi yang dilakukan sebagai solusi mengatasi gagal bayar.

Brand Manager AdaKami Jonathan Kriss mengatakan beberapa mitigasi dilakukan, yakni pengetatan proses e-KYC sejak 2021, di mana AdaKami lebih berfokus pada pendanaan quality customer untuk menekan jumlah kredit wanprestasi. 

Baca Juga: Begini Strategi Pemain Fintech Tekan Rasio BOPO

“Peran desk collection juga menjadi penting dalam hal itu untuk memaksimalkan kualitas kredit. Khususnya, tanggung jawab debitur menjadi kunci utama sebagai peminjam dana, AdaKami terus melakukan upaya edukasi masyarakat agar terhindar dari konsekuensi gagal bayar,” katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (2/8).

Jonathan juga menyampaikan masyarakat perlu memahami bahwa setiap pinjaman akan tercatat di SLIK Checking baik dari sisi regulator, asosiasi hingga perbankan. Tentunya rekam jejak gagal bayar akan mempersulit akses kredit di waktu mendatang.

Jonathan mengatakan AdaKami sejauh ini belum membuka fitur lender retail. Dengan demikian, komposisi saat ini 100% lender institusional.

Sementara itu, Group CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan menyampaikan risiko gagal bayar dalam fintech P2P lending itu memang selalu ada. Oleh karena itu, dia mengatakan pihaknya selalu melakukan assesment pinjaman dengan prudent. 

“Ini menjadi cara utama untuk menekan gagal bayar. Kami cek laporan keuangan dan rekening koran debitur. Kami cek underlying-nya (invoice/po-nya), gimana pembayaran payor-nya selama ini. Kami cek credit history-nya, punya pinjaman di mana saja dan bagaimana status pembayarannya,” ucap Ivan, Rabu (2/8).

Ivan menerangkan Akseleran juga menerapkan arrangement joint account agar pembayaran invoice atau po terkait yang dijadikan underlying pinjaman hanya digunakan untuk membayar pinjaman yang diberikan pihaknya. Dengan assesment pinjaman yang prudent, risiko gagal bayar bisa rendah.

Namun, Ivan tak memungkiri meskipun cara itu telah dilakukan, pasti masih akan ada pinjaman gagal bayar. Atas dasar itu, Akseleran kemudian memberikan proteksi asuransi pinjaman yang cover 99% pinjaman tertunggak. 

“Ibaratnya asuransi pinjaman seperti penjaga gawang, atau last line of defense dari NPL. Namun, tetap perlindungan utamanya harus dengan melakukan assesment pinjaman yang prudent,” katanya.

Ivan pun menyampaikan sampai saat ini Akseleran memiliki lebih dari 200.000 lender retail terdaftar. Untuk komposisinya, yakni 55% retail dan 45% institutional.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Ogi Prastomiyono mengatakan risiko kalau terjadi gagal bayar oleh borrower, tentu risikonya ada di lender bukan penyelenggara platform.

Baca Juga: Rasio BOPO Masih di Atas Industri, Begini Strategi Akseleran

Meskipun demikian, dia menyebut penyelenggara platform juga perlu bertanggung jawab kalau terjadi kesalahan pada pengelolaan informasi atau kriteria yang tidak sesuai.

Agar kasus gagal bayar pinjol dapat diminimalisir, Ogi menyampaikan pihaknya akan menggencarkan edukasi, terutama untuk lender ritel. Adapun literasi kepada lender ritel menjadi bagian dari bentuk perlindungan konsumen.

Sebab, lender ritel sebagai pemberi pinjaman seolah-olah mendapatkan jaminan, pinjaman yang diberikan akan kembali.

“Padahal itu diinvestasikan kepada suatu proyek atau pinjaman kepada borrower baik konsumtif maupun produktif, terutama UMKM,” kata Ogi, Selasa (1/8).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Reporter: Ferry Saputra
Editor: Herlina Kartika Dewi