Blog

losandes.biz: UU Pemilu Digugat Syarat Usia CapresCawapres Dinilai Bukan Urusan MK


Dalam era yang terus berkembang dengan pesat, informasi telah menjadi komoditas yang tak ternilai harganya. Dari revolusi digital hingga transformasi teknologi, dunia kita kini tenggelam dalam lautan informasi yang tak pernah kering. Artikel ini mengajak kita untuk melangkahkan kaki ke dalam kompleksitas tatanan informasi saat ini, mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dalam mengelola dan memahami gelombang informasi yang terus menggulung. Dari algoritma cerdas hingga arus berita yang tak kenal lelah, mari kita telaah bersama bagaimana kita dapat menjadikan informasi sebagai alat untuk mendobrak batasan dan memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian losandes.biz dengan judul losandes.biz: UU Pemilu Digugat Syarat Usia CapresCawapres Dinilai Bukan Urusan MK yang telah tayang di losandes.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Jakarta

“MK itu bukan lembaga legislatif. MK itu tugasnya betul-betul spesifik yakni menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,” kata Bivitri Susanti, kepada detikcom, Jumat (4/8/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Titi Anggraini, dihubungi terpisah oleh detikcom, menjelaskan bahwa Pasal 6 ayat 2 UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa syarat-syarat presiden dan wakil presiden diatur dalam undang-undang, bukan di UUD 1945 ini sendiri, jadi ini bukan isu terkait konstitusi UUD 1945.

MK sudah punya pengalaman lewat putusan MK Nomor 58/PUU-XVII/2019 dan putusan Nomor 15/PUU-V/2007. MK menyebutkan bahwa perihal batas usia tidak terdapat persoalan konstitusional sebab, menurut Mahkamah, hal itu sepenuhnya merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.

“Jabatan usia bukanlah isu konstitusional dan merupakan kewenangan pembentuk undang-undang. Itu eksplisit disebut MK dalam putusan 58/PUU-XVII/2019,” kata Titi.

“Ini adalah open legal policy. Harusnya ini dinyatkaan ditolak,” kata Bivitri.

Titi Anggraini juga berpendapat sama, dia berharap MK menolak gugatan itu. Namun lebih dari itu, MK juga perlu tetap menjaga kepercayaan publik karena putusan MK sebelumnya telah diapresiasi banyak pihak, yakni putusan soal perkara sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup.

Gedung MK saat dijaga aparat dengan kawat berduri. (Grandyos Zafna/detikcom)

“MK tetap bisa memberikan putusan yang progresif, namun MK harus tidak terjebak pada pilihan angka, tetapi dalam hal putusan kebijakan inklusuf menyeluruh menyangkut umur, perlakuan setara bagi semua jabatan publik,” kata Titi.

Fenomena politik

“Kalau soalnya adalah umur, ini memang tugas pembuat UU untuk menentukan, karena isunya bukan isu konstitusional,” kata Bivitri.

Lagipula, di MK sendiri, syarat usia hakim justru sudah dinaikkan. Dahulu, syarat usia hakim MK minimal 47 tahun. Namun melalui Undang-Undang tentang MK yang baru, DPR menaikkan syarat usia minimal hakim MK menjadi 55 tahun.

DPR dan pemerintah serahkan ke MK

“Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan Yang Mulia, Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI untuk mempertimbangkan dan menilai konstitusionalitas pasal a quo UU Pemilu terhadap UUD 1945,” tutur Togap Simangunsong.

(dnu/imk)